oleh
Terkait dengan penangguhan penahanan, dapat kita lihat ketentuan yang mengaturnya dalam Pasal 31 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, (“KUHAP”) yang berbunyi atas
permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau
hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan
penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
Dengan demikian, untuk seseorang mendapat penangguhan penahanan, harus ada:
a. Permintaan dari tersangka atau terdakwa;
b. Permintaan penangguhan penahanan ini disetujui oleh
penyidik atau penuntut umum atau hakim yang menahan dengan atau tanpa
jaminan sebagaimana ditetapkan;
c. Ada persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan.
M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan
(hal. 215) menjelaskan bahwa salah satu perbedaan antara penangguhan
penahanan dengan pembebasan dari tahanan, terletak pada “syarat”. Faktor
ini merupakan “dasar” atau landasan pemberian penangguhan penahanan.
Sedang dalam tindakan pembebasan, dilakukan “tanpa syarat”, sehingga
tidak merupakan faktor yang mendasari pembebasan. Menurut Yahya,
penetapan syarat ini merupakan conditio sine quanon dalam
pemberian penangguhan. Sehingga, tanpa adanya syarat yang ditetapkan
lebih dulu, penangguhan penahanan tidak boleh diberikan.
Mengenai syarat penangguhan penahanan ini selanjutnya dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 31 ayat (1) KUHAP yaitu, tersangka/terdakwa:
- wajib lapor;
- tidak keluar rumah;
- tidak keluar kota.
Itulah
syarat yang dapat ditetapkan dalam pemberian penangguhan penahanan.
Contohnya adalah dengan membebankan kepada tahanan untuk “melapor”
setiap hari, satu kali dalam setiap tiga hari atau satu kali seminggu,
dan sebagainya. Atau pembebanan syarat bisa berupa tidak keluar rumah
maupun tidak keluar kota.
Lebih jauh, dalam PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP diatur bahwa dalam permintaan penangguhan penahanan, ada jaminan yang disyaratkan yang bisa berupa:
1. Jaminan Uang (Pasal 35).
- Jaminan uang ini ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.
- Penyetoran uang jaminan ini dilakukan sendiri oleh pemohon atau penasihat hukumnya atau keluarganya dan untuk itu panitera memberikan tanda terima.
- Penyetoran ini dilakukan berdasar “formulir penyetoran” yang dikeluarkan instansi yang bersangkutan.
- Bukti setoran ini dibuat dalam rangkap tiga sesuai ketentuan angka 8 huruf f Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983. Tembusan tanda penyetoran tersebut oleh panitera disampaikan kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan untuk menjadi dasar bagi pejabat yang menahan mengeluarkan surat perintah atau surat penetapan penangguhan penahanan.
- Apabila kemudian tersangka atau terdakwa melarikan
diri dan setelah melewati waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang
jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara.
2. Jaminan Orang (Pasal 36).
- Orang penjamin bisa penasihat hukumnya, keluarganya, atau orang lain yang tidak mempunyai hubungan apa pun dengan tahanan.
- Penjamin memberi “pernyataan”
dan kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia “bersedia” dan
bertanggung jawab memikul segala risiko dan akibat yang timbul apabila
tahanan melarikan diri.
- Identitas orang yang menjamin harus disebutkan secara jelas.
- Instansi yang menahan
menetapkan besarnya jumlah uang yang harus ditanggung oleh penjamin,
yang disebut “uang tanggungan” (apabila tersangka/terdakwa melarikan
diri).
- Pengeluaran surat perintah penangguhan didasarkan atas surat jaminan dari si penjamin.
Timbulnya kewajiban orang yang menjamin menyetor uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan:
a. Apabila tersangka/terdakwa melarikan diri;
b. Dan setelah lewat 3 bulan tidak ditemukan;
c. Penyetoran uang tanggungan ke kas Negara dilakukan oleh orang yang menjamin melalui panitera Pengadilan Negeri;
d. Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang
yang ditentukan tersebut, jurusita menyita barang miliknya untuk dijual
lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan
negeri.
Jadi,
untuk seseorang tersangka/terdakwa dapat ditangguhkan penahanannya,
perlu dipenuhi syarat-syarat dan ada jaminan yang harus diberikan
sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Namun,
hal-hal yang disebutkan di atas adalah dalam ranah normatif dan dapat
berbeda dengan praktiknya di lapangan. Pada praktik di lapangan, seperti
ditulis dalam artikel Penangguhan Penahanan Dengan Uang Jaminan Perlu Diperjelas,
penangguhan penahanan tersangka atau terdakwa dengan jaminan uang
sangat berbeda dari yang diatur di dalam KUHAP serta peraturan-peraturan
pelaksanaannya. Misalnya saja, pihak panitera pengadilan negeri tidak
pernah memberikan tanda terima atas penyerahan uang jaminan yang
diberikan pihak tersangka atau kuasa hukumnya. Selain itu, seperti
dikatakan advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang dikutip dalam
artikel tersebut, uang jaminan atas penangguhan penahanan yang
diberikan sebelumnya, seringkali tidak pernah dikembalikan kepada pihak
yang memberikannya meski terdakwa kemudian dinyatakan bersalah oleh
pengadilan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
2. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
3. Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983
www.hukumonline.com
saya mahasiswa dari Jurusan Hukum
BalasHapusArtikel yang sangat menarik, bisa buat referensi ni ..
terimakasih ya infonya :)